Tidak banyak game saat ini yang membuat pemainnya merasa terdidik. Walaupun efek ketagihannya sama membahayakannya dengan games2 lain, tapi Harvest Moon menawarkan lebih dari sekadar permainan.
Game yang satu ini membuka pandangan saya tentang beberapa hal.
Pertama, konsep pertanian terpadu. Di sini tokoh utamanya (yang kita mainkan) berperan sebagai orang yang harus bekerja untuk menghidupi dirinya dari pertanian terpadu yang dikelolanya.
Ia harus bangun pagi-pagi, mencari hasil hutan untuk tambahan uang, kalau uang sudah cukup ia harus membeli bibit untuk ditanam. Ia bangun lagi keesokan harinya dan berkerja menyiram bibit dan begitu terus hingga ia punya uang untuk membeli seekor ayam.
Ketika punya ayam, pengasilan tambahannya adalah dari hasil telur. Dan makin banyak ayamnya, makin besar penghasilannya untuk akhirnya mampu membeli seekor sapi.
Maka kehidupannya bergulir setiap hari dengan bangun pagi, mengurus tanaman, beternak ayam, memerah sapi, memberi makan ikan, juga mengurus kuda dan anjing serta mencari kayu untuk membangun rumah serta kandang. Kesemuanya dilakukannya sendiri.
Tak lupa kesemua binatang peliharaannya itu diberi nama. Memang dari hasil riset baru2 ini, bahwa sapi yang diberi nama menghasilkan susu lebih banyak daripada yang tidak punya nama.
Pada akhirnya, dalam kurun 2-3 tahun ia dapat menghasilkan tak hanya telur, tapi juga mayones. Tak hanya susu dari sapi perah tapi juga keju dan benang wol dari domba.
Waktu kerja 12 jamnya juga dapat dipergunakan untuk memancing ikan dan menambang. Peralatan kerja diperolehnya dari hasil tambangnya sendiri.
Perilaku produktif tokoh game ini bagi saya sangat mendidik.
Kedua, memanage anggaran. Dengan uang sekian ia dapat membeli bibit sekian, menambah ayam, sapi, atau domba sekian ekor, dan dalam waktu sekian ia akan menghasilkan sekian.
Kita akan berhitung, menjaga diri agar tidak boros sehingga dapat hidup lebih baik lagi. Karena jika uang sudah cukup, ia dapat membuat rumahnya lebih besar lagi, membuat rumah kaca, membeli hadiah-hadiah, membeli peralatan dapur dan sebagainya.
Jika bekerja dengan giat, maka dalam waktu 2-3 tahun ia sudah kaya raya. Dan makin kaya artinya bekerja dengan lebih giat karena makin banyak yang harus dikerjakannya. Kualitasnya sebagai manusia akan meningkat, dan akan dinyatakan mampu untuk bertanggung jawab terhadap orang lain dan menikah.
Ketiga, memanage waktu. Dua belas jam kerjanya harus dimanfaatkan efisien. Semua pekerjaan di atas berpaut dalam sistem kehidupannya yang tak boleh ada yang terlewat.
Kemampuan menetapkan prioritas pun diperlukan. Setiap hari ia dituntut untuk berpikir first thing first dan tidak malas melakukan hal yang meskipun tidak enak tapi harus dilakukan.
Ia tidak boleh malas, tapi juga tak boleh terlalu rajin, karena kalau ia bekerja melebih daya tubuhnya, maka ia akan sakit dan harus dirawat di RS dan itu berarti malah membuang waktu.
Keempat, bersosialisasi. Di tengah kesibukannya bekerja, ia harus sempat bersosialisasi dengan para tetangga. Seluruh sistem kehidupan di desanya sudah berjalan baik dan ia adalah bagian dari sistem itu.
Di desanya ada pandai besi dan cucunya yang minder, pembuat anggur dan istrinya yang cerewet, scientist, perpustakaan, walikota, polisi, nenek tua yang perlu perhatian, dokter, perawat, pendeta, pemilik kafe, penebang kayu, nelayan, pemilik ranch sapi, pemilik peternakan ayam, pemilik supermarket, pendeta, kurcaci serta beberapa orang asing yang rutin mengunjungi desa ini.
Setiap bulan ada festival2 yang perlu ia ikuti. Dan setiap hari ada saja peristiwa yang terjadi di desanya yang jika ia cukup baik dalam memberi perhatian, akan bertambah kreditnya.
Dan untuk dapat menikah, ia harus sesering mungkin menemui gadis yang diincarnya dan sebanyak mungkin memberinya hadiah. Hehe.
Game ini menawarkan perspektif kehidupan pedesaan yang jarang dijumpai anak-anak sekarang yang hidup di perkotaan.
Alternatif yang baik untuk game liburan sekolah :-)
Sudah pernah coba?
Sumber: http://bonekarusia.wordpress.com/2009/02/01/belajar-dari-harvest-moon/