Sifat Mekanik Batuan dan Kondisi Reservoir

Sifat Mekanik Batuan

Selain daripada sifat-sifat fisik dari batuan terdapat sifat-sifat mekanik batuan yang berpengaruh pula dalam penembusan batuan. Sifat-sifat mekanik tersebut meliputi : strength batuan, drillabilitas batuan, hardness batuan, abrasivitas batuan, tekanan batuan dan elastisitas batuan.

1. Strength Batuan
Arthur menyatakan bahwa strength pada batuan merupakan faktor yang sangat penting untuk penentuan laju pemboran. Strength pada batuan adalah kemampuan batuan untuk mengikat komponen-komponennya bersama-sama. Jadi dengan kata lain apabila suatu batuan diberikan tekanan yang lebih besar dari kekuatan batuan tersebut, maka komponen-komponennya akan terpisah-pisah atau dapat dikatakan hancur. Lebih lanjut lagi, criteria kehancuran batuan diakibatkan oleh adanya : Stress (tegangan) dan Strain (regangan).
Tegangan dan regangan ini terjadi apabila ada suatu gaya yang dikenakan pada batuan tersebut. Goodman, menyatakan variasi beban yang diberikan pada suatu batuan mengakibatkan kehancuran batuan. Terdapat empat jenis kerusakan batuan yang umum, yaitu :
1.1. Flexure Failure
Flexure failure terjadi karena adanya beban pada potongan batuan akibat gaya berat yang ditanggungnya, karena adanya ruang pori formasi dibawahnya.
1.2. Shear Failure
Shear failure, kerusakan yang terjadi akibat geseran pada suatu bidang perlapisan karena adanya suatu ruang pori pada formasi dibawahnya.
1.3. Crushing dan Tensile Failure
Crushing dan tensile failure merupakan kerusakan batuan yang terjadi akibat gerusan suatu benda atau tekanan sehingga membentuk suatu bidang retakan.
1.4. Direct Tension Failure
Direct tension failure, kerusakan terjadi searah dengan bidang geser dari suatu perlapisan.

2. Drillabilitas
Drillabilitas batuan (rock drillability) merupakan ukuran kemudahan batuan untuk dibor, yang dinyatakan dalam satuan besarnya volume batuan yang bisa dibor pada setiap unit energi yang diberikan pada batuan tersebut. Drillabilitas batuan dapat ditentukan melalui data pemboran (drilling record).
Drillabilitas batuan dapat dirumuskan melalui persamaan berikut dengan anggapan bahwa energi mekanik yang dibutuhkan dalam satu menit adalah :
………………………………………………………. (1-1)

Serta volume batuan yang dipindahkan :
………………………………………………………. (1-2)
Dimana :
E = energi mekanik yang dibutuhkan, lb-in
W = weigth on bit, lbf
r = jari-jari pahat, in
R = laju pemboran, ft/hr
N = kecepatan putar, rpm
V = volume batuan yang dihasilkan, in3
Selanjutnya dengan pengembangan model pemboran, drillabilitas batuan dapat ditentukan dengan menggunakan roller cone bit.

3. Hardness
Hardness atau kekerasan dari batuan, merupakan ketahanan mineral batuan terhadap goresan. Skala kekerasan yang sering digunakan untuk mendriskripsikan batuan diberikan oleh Mohs.
SKALA KEKERASAN MOHS
1. Talk
2. Gypsum
3. Calcite
4. Fluorite
5. Apatite
6. Orthoclase Feldspar
7. Quartz
8. Topaz
9. Corondum
10. Diamond

Gatlin, menyatakan batuan diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Soft rock (lunak) : clay yang lunak, shale yang lunak dan batuan pasir yang unconsolidated atau kurang tersemen.
2. Medium rock (sedang) : beberapa shale, limestone dan dolomite yang porous, pasir yang terkonsolidasi dan gypsum.
3. Hard rock (keras) : limestone dan dolomite yang padat, pasir yang tersemen padat/keras dan chert.

4. Abrasivitas
Merupakan sifat menggores dan mengikis dari batuan, sehingga sering menyebabkan keausan pada gigi pahat dan diameter pahat. Setiap batuan mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda, pada umumnya batuan beku mempunyai tingkat abrasivitas sedang sampai tinggi, batu pasir lebih abrasif daripada shale, serta limestone lebih abrasif dari batu pasir atau shale. Ukuran dan bentuk dari partikel batuan menyebabkan berbagai tipe keausan, seperti juga torsi dan daya tekan pada pahat.



5. Tekanan Pada Batuan
Merupakan tekanan-tekanan yang bekerja pada batuan formasi. Tekanan-tekanan tersebut harus diperhatikan dalam kegiatan pemboran. Karena berpengaruh dalam cepat-lambatnya laju penembusan batuan formasi. Secara umum, batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami tekanan :
a. Internal Stress yang berasal dari desakan fluida yang terkandung di dalam pori-pori batuan (tekanan hidrostatik fluida formasi).
b. Eksternal Stress yang berasal dari pembebanan batuan yang ada di atasnya (tekanan overburden).

6. elastisitas
Adalah sifat elastis atau kelenturan dari suatu batuan.




KONDISI RESERVOIR

Temperatur dan tekanan reservoir merupakan dua parameter yang sangat penting dalam teknik reservoir. Kedua parameter ini menentukan phase fluida didalam reservoir, contoh akibat karena pengaruhnya, misalnya besar atau kecilnya factor recovery, viskositas fluida, faktor volume formasi dan lain-lain.
Dalam teknik reseevoir selama ini menganggap bahwa temperatur didalam reservoir tetap, sehingga proses yang terjadi dianggap proses pada temperatur tetap atau isothermal. Sepanjang anggapan ini berlaku maka parameter yang dominan pengaruhnya adalah tekanan. Oleh karena itu, maka pengukuran temperatur pada umumnya hanya dilakukan pada saat mula-mula sumur mulai diproduksikan, sedangkan tekanan harus diukur pada interval waktu tertentu dari waktu ke waktu selama sumur diproduksikan. Selain itu agar tekanan reservoir tidak cepat turun diusahakan pressure maintenance dengan jalan injeksi gas atau air formasi.

1. TEMPERATUR RESERVOIR
Temperatur reservoir bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain yang tergantung dari kedalaman dan gradient temperatur setempat. Dari berbagai penelitian selama ini gradien temperatur (geothremal gradient) berkisar antara 1 - 2 oF/100 ft.
Berdasarkan impiris temperatur formasi dapat dihitung dengan :
............................................................................ (1-1)
Dimana :
t = temperatur formasi pada kedalaman h, oF
gT = gradien temperatur, oF/ft
h = kedalaman formasi, ft
60, 74 = temperatur rata-rata permukaan, oF

2. TEKANAN RESERVOIR
Tekanan fluida dalam system terbuka diukur terhadap permukaan air laut. Gradient tekanan hidrostatik didalam kebanyakan reservoir ialah sebesar 45 psi/100 ft untuk air formasi yang mengandung 55.000 ppm garam. Gradient tekanan static yang disebabkan oleh batuan (lithostatic gradient) adalah sebesar 100 psi/100 ft.
Berdasarkan data yang didapat dari berbagai pengukuran tekanan reservoir ternyata banyak dijumpai reservoir yang gradient tekanannya lebih besar dari gardien tekanan normal (45 psi/100 ft). Dalam hal yang demikian tersebut maka disebut tekanan abnormal. Oleh karena itu harus hati-hati pada saat melakukan pemboran untuk mengontrol Lumpur pemboran sehingga tidak terjadi semburan liar (blowout).
Sebaliknya juga sering dijumpai reservoir yang gradient tekanan lebih kecil dari gradient tekanan normal, dan dalam hal ini disebut tekanan sub-normal. Untuk hal itu harus hati-hati pada saat melakukan pemboran sehingga tidak terjadi hilang Lumpur (loss circulation).
Tekanan fluida didalam formasi dapat dihitung dengan persamaan :
................................................................. (1-2)
Dimana :
P = tekanan formasi @ kedalaman D. Psi
D = kedalaman formasi, ft
(dP/dD)= gradien tekanan air, psi/ft
14.7 = tekanan atmosphere, psia
C = konstanta, psia

Jika C = 0, P adalah tekanan normal, C = positif, P adalah abnormal dan C = negatif, P adalah tekanan sub-normal.
Harga gradien tekanan untuk fluida adalah sebesar :
(dP/dD)w = 0.45 psi/ft ................. (water)
(dP/dD)o = 0.35 psi/ft ................. (oil)
(dP/dD)g = 0.08 psi/ft ................. (gas)

Tekanan formasi ditentukan dengan beberapa cara, yaitu dengan DST (Drill Stem Test) atau dengan PressureRecorder Amerada.

Problem pemboran berkait dengan tekanan formasi :
1. Menurunkan laju penembusan
2. Hilang lumpur
3. Rekah formasi
4. Pipa terjepit

Perkiraan dan pendeteksian tekanan abnormal :
1. Teknik Prediktif
Metoda prediksi dengan menggunakan data geofisik (seismic, gravity dan magnetics)
2. Teknik Deteksi
Metoda prediksi dengan menggunakan data-data pemboran
3. Teknik Konfirmasi
Metoda prediksi dengan menggunakan wireline log dan dan survey tekanan.

Sumber data untuk mendeteksi tekanan abnormal pada waktu pemboran :
1. Parameter pemboran (RPM, WOB DAN ROP)
2. Parameter lumpur (TEMPERATUR, DENSITAS DAN GAS INFLUX)
3. Serbuk bor.

Parameter pemboran untuk mendeteksi tekanan abnormal berdasarkan :
1. Pada zona transisi kompasinya lebih besar dan akan menurunkan laju penembusan (ROP)
2. Pada zona tekanan abnormal batuannya lebih porous sehingga menghasilkan ROP yang tinggi dan juga RPM yang tinggi secara mendadak (DRILLING BREAK).

Sumber: http://www.dera-sunarya.blogspot.com/
Category: 0 komentar

Leave a comment

http://s301.photobucket.com/albums/nn56/ia_90/Game/?action=view&current=crashcoveCTRMap.jpg