Harga minyak bumi mulai merayap diatas US $ 50 per barrel. Mudah-mudahan kita tidak cepat lupa

Minggu lalu harga minyak bumi telah mencapai kembali pada kisaran US $ 50 per barrel. Ini merupakan harga tertinggi pada tahun ini, sejak minyak bumi terjun ke kisaran US $ 38 per barrel pada akhir tahun lalu.

Menurut berbagai informasi, kenaikan harga tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti pengurangan produksi oleh OPEC sekitar 3,4 juta barrel, pelemahan US $ yang menyebabkan minyak bumi mulai diperdagangkan lagi untuk transaksi komoditas dan juga terjadinya tabrakan 2(dua) kapal Amerika di Selat Hormuz.

Kejadian-kejadian diatas menunjukan bahwa Indonesia saat-saat ini tidak boleh terlena dengan harga minyak bumi yang relatif murah. Kita harus tetap terus-menerus mengembangkan program-program peningkatan energi alternatif dan energi terbarukan untuk mencari pengganti energi dari minyak bumi dan gas alam, yang akan habis dengan berjalannya waktu. Dengan progam yang konsisten dan baik, Insya Allah Indonesia akan siap bila terjadi lonjakan harga minyak bumi sebagaimana yang dialami pada akhir tahun 2007 dan semester pertama tahun 2008. Persiapan-persiapan tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap. Kita tidak boleh lupa bagaiman kesulitannya bangsa ini disaat minyak bumi terus membumbung ke arah US $ 140 per barrel pada tahun lalu.

Atas pertimbangan inilah, saya menerima permintaan rekan Iman Reksowardojo (MS-77), selaku pengelola AUN/SEED-JICA yang mengadakan Seminar Biofuel bagi negara-negara ASEAN dan Jepang, untuk memaparkan tentang perkembangan dan tantangan industri energi terbarukan (renewable energy) di Indonesia. Presentasi kami bisa dibaca dan didownload pada link berikut (ukuran sekitar 6,9MB).

Secara singkat, paparan kami menginformasikan tentang berbagai perkembangan dan tantangan penyediaan energi terbarukan di Indonesia sbb :

  1. Industri pembangkit listrik dengan menggunakan energi panas bumi relatif mulai berkembang di Indonesia karena mulai adanya deregulasi dan desentralisasi tata-cara kepemilikan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP). Pemerintah juga mulai memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk, harga jual listrik yang menarik dan juga insentif Pajak Penghasilan. Kendala-kendalanya antara lain keterbatasan investor yang berminat untuk menggunakan ekuitas untuk memulai kegiatan eksplorasi dan pengeboran awal. Juga keterbatasan tenaga ahli untuk mencari lokasi sumber panas bumi dengan biaya yang semurah mungkin.
  2. Industri bahan bakar Biodiesel berbasis CPO sebagai pengganti Solar Industri. Pengembangan industri ini sangat tergantung pada fluktuasi harga CPO vs harga Solar Industri. Pernah dalam beberapa periode, harga CPO (bahan baku Biodiesel) lebih mahal dari harga Solar Industri.
  3. Industri bahan bakar Bioethanol sebagai pengganti Bensin. Pengembangan industri ini sangat terbatasi oleh ketersediaan bahan baku baik ketela maupun tetes tebu. Walaupun secara harga, produk Bioethanol relatif lebih stabil dan selalu lebih tinggi dibandingkan harga bensin.

Demikian beberapa informasi yang dapat saya sampaikan.

Salam
Hengki

Nb : Foto diatas adalah ilustrasi kompleks Pembangkit listrik panas bumi Wayang Windu-1 & 2 yang baru saja kami selesaikan sehingga kapasitasnya mencapai 2 x 110 MW di Pengalengan, Jawa Barat.

Sumber: http://triharyo.com/?pilih=news&aksi=lihat&id=163

Category: 0 komentar

Leave a comment

http://s301.photobucket.com/albums/nn56/ia_90/Game/?action=view&current=crashcoveCTRMap.jpg