ADANYA KEGIATAN SPEKULASI
- Kenaikan harga minyak bumi diakibatkan karena penurunan suku bunga US Federal Reserve rates ”The Fed” (lihat chart kanan). Penurunan suku bunga tersebut sebenarnya ditujukan untuk penyelamatan bank-bank di Amerika serikat yang merugi akibat kasus ”sub prime loan” (kredit pinjaman pembelian rumah). Dengan suku bunga bank yang murah, maka spekulan lebih mudah dalam meminjam uang, untuk berspekulasi di ”hedging” bisnis jual-beli minyak bumi. Kegiatan ini untuk meng-hedge penurunan nilai US $, yang terus turun vs nilai tukar Euro. Kegiatan spekulasi inilah yang mendorong harga minyak terus naik karena adanya ”demand semu”.
- Jika spekulan di Amerika serikat menghedge US $ terhadap minyak bumi, para spekulan di Inggris meng-hedge Poundsterling terhadap mata uang Euro, dengan mengaitkannya ke produk North sea brent oil (lihat chart dikiri). Lihat kemiripan kurva antara penurunan suku bunga Bank of England terhadap kenaikan harga North Sea Brent dengan chart suku bunga ”The Fed” vs US light crude oil. Hampir sama dan serupa.
ADANYA HARGA SEMU PADA DEMAND SIDE, KHUSUSNYA DI CHINA DAN INDIA
Kegiatan spekulasi diatas, juga di-perparah dengan beberapa negara konsumen raksasa minyak bumi yang terus mensubsidi ekonominya :
- China terus mensubsidi harga bahan bakar untuk rakyatnya. Perusahaan-perusahaan BUMN Migas China seperti Sinopec & Petrochina dipaksa untuk menerima kerugian, dimana pemerintahnya meminta mereka untuk tidak menaikan harga jual bahan bakar ke rakyat China. Selain itu cadangan devisa China US $ 1,75 Trillion cukup untuk sementara mengatasi subsidi kenaikan harga minyak bumi.
- Kasus serupa juga terjadi di India, dimana perusahaan-perusahaan Hindustan Petroleum dan Bharat Petroleum menderita kerugian 1,8 Triliun Rupee karena harus mengabsorb kenaikan harga bahan bakar, yang dilarang oleh pemerintahnya untuk meneruskannya ke konsumen. Pemerintah India juga mempunyai cadangan devisa yang cukup sebesar US $ 315 Milyard untuk sementara men-subsidi kerugian ini.
- Di Indonesia sendiri, subsidi masih sangat besar diberikan kepada rakyat, seperti subsidi BBM untuk solar, subsidi harga listrik, subsidi pupuk dll.
Dengan adanya kegiatan spekulasi dan juga pemberian subsidi di beberapa negara besar, maka teori-teori ekonomi standard yang berbasis pada konsep ”supply and demand”, menjadi tidak bisa diaplikasikan untuk menjelaskan fenomena kenaikan harga minyak bumi yang terus meroket.
BAGAIMANA MENGHANCURKAN ”BUBBLE” HARGA MINYAK BUMI
Salah satu cara yang ditawarkan artikel tersebut adalah dengan mengkoordinir 20 top bank di dunia untuk melakukan ”tight money policy” untuk menghancurkan modal para spekulan. Tight money policy dapat diterapkan dengan mensyaratkan bank-bank top 20, harus mempunyai persentase likuiditas yang sangat tinggi. Langkah ini bertujuan untuk mencegah agar dana pada bank tersebut tidak digunakan oleh para spekulan untuk kegiatan spekulasi meng-hedge harga minyak bumi.
Seingat saya, cara drastis seperti ini yang pernah diterapkan Malaysia untuk mengatasi para spekulan mata uang pada saat krisis moneter. Malaysia menerapkan nilai tukar Ringgit yang dipagu dan mengontrol transaksi devisa secara ketat. Hanya dengan cara inilah, Malaysia mengendalikan spekulan mata uang dan selamat dari krisis moneter.
Demikian salah satu tulisan yang menurut saya sangat menarik dan mudah dicerna logika saya.