Cadangan minyak dunia terus menurun, dikarenakan temuan sumber-sumber minyak baru tidak seimbang dengan kebutuhan energi yang ada. Negara adidaya seperti Amerika Serikat membutuhkan bahan bakar minyak sekitar 21 juta barrel per hari, ini lebih dari dua puluh kali lipat produksi minyak Indonesia sekarang, dan 60% kebutuhannya harus diimport dari luar Amerika. Ditambah lagi dengan China yang didorong oleh kemajuan ekonominya merubah negara ini semakin ‘rakus’ akan energi, serta India yang juga sedang mengalami kemajuan ekonomi yang pesat.
Kondisi politik dibeberapa negara penghasil minyak juga merupakan faktor pendorong naiknya harga minyak. Gejolak di Irak yang tidak kunjung reda ditambah dengan pertikaian antara Turki dengan orang-rang Kurdish di bagian barat-utara Irak , kondisi politik di Venezuela, masalah nuklir di Iran dan sengketa antar suku serta kegiatan bersenjata oleh para pemuda liar (area boys) didaerah penghasil minyak di Nigeria, memberikan kontribusi terhadap tingginya harga minyak saat ini.
Lalu darimana sumber energi lainnya akan didapatkan? Berbicara tentang hidrogen sebagai sumber energi yang terbarukan masih membutuhkan waktu yang panjang. Sekitar dua puluh tahun lagi menurut prediksi para ahli, hidrogen dapat menjadi sumber energi yang ekonomis setelah masalah-masalah teknis dasar mulai dari cara penyimpanannya hingga aspek keselamatan pemakaian energi hidrogen dapat teratasi. Jadi posisi minyak sebagai sumber energi utama masih belum dapat disingkirkan, yang diikuti oleh batu bara dan gas alam sebagai sumber energi.
Awal Mula Evaluasi Formasi
Kapan sebenarnya sumur minyak mulai digali? Dari catatan yang ada disebutkan bahwa di China (sekitar tahun 347 SM) sumur minyak digali sampai ke dalaman 800 kaki dengan menggunakan bambu yang ujungnya dipasang mata bor. Marco Polo ketika dalam perjalanannya tahun 1264 mencatat bahwa orang di Baku, Azerbaijan telah menggunakan minyak dari dalam tanah sebagai penerangan ketika orang di Eropa masih menggunakan minyak dari ikan paus.
Sumur minyak modern pertama digali pada tahun 1847 di lapangan minyak Bibi-Eybat (Baku, Azerbaijan) oleh insinyur Rusia bernama F.N. Semyenov. Sedangkan penggalian sumur minyak di Amerika Serikat pertama kali pada tahun 1859 di Titusville, Pennsylvania oleh Kolonel Edwin Drake (dia sebenarnya bukan seorang militer, tetapi karena tanggung jawab yang besar, gelar kolonel diberikan kepadanya).
Lalu bagaimana orang bisa menentukan bahwa sumur yang digali akan mengandung minyak? Pada jaman dahulu hampir bisa dikatakan bahwa minyak diketemukan secara kebetulan. Sumur-sumur minyak di Semenanjung Absheron, Baku, pada mulanya diketemukan karena ada minyak yang merembes kepermukaan tanah. Dengan hanya menggali beberapa meter, orang Baku dapat mengambil minyak dengan menggunakan ember. Namun untuk sumur-sumur yang dalam orang tidak bisa lagi hanya mengandalkan minyak yang muncul dipermukaan. Terlebih saat ini ketika masa-masa kejayaan penemuan sumber-sumber minyak raksasa seperti Ghawar di Saudi Arabia, Kashagan di Kazakhstan, Burgan di Kuwait, Bolivar Coastal di Venezuela, Safaniya–Khafji di Saudi Arabia/Neutral Zone dll, telah semakin sulit. Eksplorasi minyak sudah harus dilakukan didaerah yang cukup sulit dijangkau dan lebih penuh resiko dalam operasinya. Dimana hal ini tentunya akan membuat biaya operasi pengeboran sumur minyak menjadi mahal. Eksplorasi di laut dalam saat ini sedang banyak dilakukan di Afrika Barat (Nigeria, Angola dan sekitarnya), dimana kedalaman air laut mencapai 2000 meter. Terakhir Rusia telah melakukan klaim terhadap daerah Kutub Utara (Artika) sebagai daerah mereka (dengan menancapkan bendera Rusia di dasar laut Kutub Utara dengan menggunakan kapal selam Mir-1 dan Mir-2).
Pada tahapan eksplorasi operator minyak akan melakukan beberapa survei yang membantu untuk menemukan cekungan atau reservoar yang berpotensi menyimpan hidrokarbon (minyak atau gas). Kegiatan survei yang dilakukan biasanya meliputi : survei gravitasi, survei medan magnetik dan survei seismik. Survei gravitasi dan medan magnetik untuk melakukan pemetaan pencarian cekungan atau reservoar. Setelah daerah yang mempunyai potensi sebagai reservoar diketemukan, maka tahap berikutnya adalah survei seismik. Dari survei seismik ini akan terlihat bentuk struktur dari reservoar, apakah suatu patahan atau jebakan stratigrafik. Dan dari pengolahan data seismik akan terlihat adanya kontras yang dapat diinterpretasikan adanya potensi hidrokarbon. Namun untuk memastikan apakah didalam reservoar tersebut ada hidrokarbonnya, operator akan memanggil kontraktor untuk melakukan kegiatan evaluasi formasi setelah pengeboran dilakukan.
Definisi dari evaluasi formasi adalah pengukuran terhadap kedalaman atau waktu, atau keduanya, dari satu atau beberapa besaran fisika batuan formasi (resistivitas, porositas, sonic transit time, radioaktifitas sinar gamma dsb) di dalam atau sekitar sebuah sumur. Beberapa kegiatan evaluasi formasi adalah: evaluasi formasi pada saat pengeboran (mud logging dan Logging While Drilling /LWD), analisis batu inti /core, evaluasi formasi dengan menggunakan kabel dan uji produksi kandungan lapisan.
Penulis akan membahas lebih lanjut tentang evaluasi formasi dengan menggunakan kabel atau biasa disebut dengan ‘wireline logging’ atau singkatnya adalah logging. Kabel dipergunakan untuk menurunkan peralatan ke dalam, dan sebagai media untuk komunikasi antara peralatan di dalam sumur dengan peralatan dipermukaan (kini sistem komputer), serta sebagai pengukur kedalaman sumur. Teknologi ini untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Conrad dan Marcel Schlumberger, penemuan mereka ini memiliki peranan penting dalam industri perminyakan. Mereka melakukan kegiatan evaluasi formasi untuk pertama kalinya di Pechelbronn, Perancis pada tahun 1927. Teknologi ini sangat membantu dalam menemukan lapisan-lapisan formasi yang mengandung hidrokarbon (minyak dan gas) dan sangat membantu dalam melakukan penghitungan perkiraan besarnya cadangan hidrokarbon (minyak atau gas) yang ada di dalam suatu lapangan minyak. Schlumberger untuk pertama kalinya melakukan kegiatan logging di Indonesia pada tanggal 13 Agustus tahun 1930 di lapangan minyak Rantau, Sumatera Utara.
Perkembangan Teknologi Evaluasi Formasi
Perkembangan teknologi evaluasi formasi sejak tahun 1927 hingga sekarang telah melalui beberapa tahap. Pada mulanya data yang ada hanya diplot dengan tangan pada kertas grafik, kemudian berkembang dengan menggunakan teknologi galvanometer dimana data yang ada diplot pada gulungan film. Sehingga sangat membantu dalam penyimpanan data dan juga untuk mereproduksi data dikemudian hari. Pada tahap tersebut data yang ada belum disimpan dalam bentuk digital. Peralatan logging pun masih sangat sederhana, dan tidak dapat dikombinasikan. Sehingga peralatan tersebut harus dimasukkan dalam sumur satu persatu.
Era komputer dimulai pada akhir tahun 1970-an ketika Schlumberger untuk pertama kalinya memperkenalkan perangkat komputer untuk akuisisi data dengan nama Cyber Service Unit (CSU), yang menggunakan Z80 sebagai mikroprosesor. Untuk pemrosesan sinyal masih menggunakan komponen analog. Media rekaman masih menggunakan film dan pita tape gulung. Peralatan yang diturunkan dalam sumur masih analog dan dapat dikombinasikan dalam konfigurasi yang terbatas, serta jumlah data yang dikirim ke sistem komputer di permukaan pun masih relatif sedikit. Pada era tahun 1980-an peralatan digital mulai diperkenalkan, data yang ada tidak terbatas pada data numerik tetapi juga image (citra) data. Sistem komputer yang digunakan pada saat itu teknologi komputer berbasis VAX/VMS. Dan kini sistem komputer yang dipakai telah memanfaatkan komputer PC, yang lebih mudah untuk dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, baik dari segi perangkat keras maupun perangkat lunaknya.
Berbagai macam peralatan didesain untuk melakukan pengukuran dalam sumur, antara lain mencakup pengukuran elektrik (resistivitas dan konduktifitas), akustik (sonic transit time), ultrasonik, radioaktifitas sinar gamma, elektromagnektik, tekanan fluida dalam reservoar, pengambilan sampel fluida ,pengukuran dielektrikum, ‘nuclear magnetic resonance’/NMR, seismik dalam sumur, pengkuran aliran dan temperatur fluida dalam sumur produksi serta pengambilan sampel batu inti (side wall coring).
Aplikasi Teknologi Evaluasi Formasi
Setelah sumur selesai dibor sampai kedalaman yang dinginkan dan mencapai kedalaman maksimum , kegiatan berikutnya adalah pengukuran evaluasi formasi oleh operator logging. Kegiatan logging yang terpenting adalah pengukuran sifat-sifat batuan yang berhubungan dengan porositas, permeabilitas dan saturasi air (water saturation). Saturasi minyak kemudian dapat dihitung dengan menghitung 100% dikurangi oleh saturasi air (dalam persen). Porositas adalah volume pori-pori dalam batuan dibagi dengan volume total batuan. Sebagai contoh batu gosok memiliki porositas yang lebih besar dibanding dengan batu kali yang pejal. Semakin besar porositas suatu batuan, maka semakin besar pula kemampuan untuk menyimpan fluida (air atau hidrokarbon). Faktor penting lainnya adalah pori-pori ini harus saling berhubungan sehingga mampu mengalirkan hidrokarbon ke permukaan tanah. Permeabilitas adalah sifat dari batuan yang berhubungan dengan seberapa mudah batuan itu dialiri oleh fluida (sedangkan mobilitas adalah sifat fluida, seberapa mudah fluida itu mengalir). Parameter penting lainnya adalah saturasi air dalam suatu reservoar. Pada umumnya reservoar didalam tanah akan diisi oleh air, kecuali didalam reservoar hidrokarbon. Dikatakan saturasi air seratus persen apabila reservoar tersebut diisi oleh air sepenuhya. Sedangkan apabila dikatakan saturasi air limapuluh persen, maka separuh air dan separuh lagi adalah hidrokarbon.
Rumus penghitungan saturasi air dalam formasi semula diperkenalkan oleh Gus Archie (SHELL). Rumus ini membutuhkan masukan besaran porositas, resistivitas air formasi (atau salinitas air formasi) dan resistivas gabungan (air, hidrokarbon dan formasi). Rumus ini kemudian mengalami banyak perkembangan (tergantung model dan asumsi yang dipakai bagaimama clay tersusun dalam formasi batuan pasir) menjadi rumus Waxman-Smits (Shell), Dual Water Model (Schlumberger), Persamaan Indonesia, Persamaan Nigeria, Persamaan Venezuela dan Simandoux. Sedemikian pentingnya rumus ini sehingga pengembangan peralatan evaluasi formasi banyak difokuskan untuk melakukan pengukuran resistivitas dan porositas yang lebih baik untuk mendapatkan penghitungan saturasi air yang lebih akurat.
Dari kurva resistivitas pada dasarnya orang akan dapat dengan mudah membedakan antara lapisan formasi yang mengandung air terhadap lapisan formasi yang mengandung minyak atau gas. Lapisan formasi yang mengandung minyak atau gas akan memiliki resistivitas lebih tinggi dari pada yang mengandung air. Peralatan pengukuran resistivitas mengaplikasikan prinsip induksi untuk pengeboran dengan Oil Based Mud (OBM) dan laterolog yaitu memfokuskan arus listrik secara lateral kedalam formasi dipakai dalam sumur yang menggunakan Water Based Mud (WBM) pada saat pengeborannya.
Sedangkan pengukuran porositas mengaplikasikan beberapa teknologi didalam peralatannya. Peralatan dengan teknologi nuklir (neutron dan sinar gamma) dan akustik telah banyak dilakukan. Sebagai contoh aplikasi dari teknologi neutron adalah pemancaran partikel neutron dari sumber neutron kimia (seperti AmBe) ke dalam formasi. Selain sumber radioaktif kimia AmBe, dipakai pula minitron yaitu sumber radiokatif elektonik. Beberapa macam interaksi akan terjadi antara partikel neutron dengan partikel dalam formasi, tetapi interaksi yang paling menarik adalah ‘tumbukan elastis’. Pada interaksi ini hukum kekekalan energi berlaku, maka neutron akan kehilangan energi karena tumbukan dengan hidrogen. Karena massa neutron hampir sama dengan proton, dan atom hidrogen hanya memiliki satu proton. Hidrogen terdapat dalam fluida air dan hidrokarbon, dan fluida akan menempati pori-pori. Sehingga jumlah neutron yang kembali berbanding terbalik dengan porositas. Semakin sedikit neutron yang terdeteksi kembali oleh detektor, maka semakin tinggi porositas formation tersebut. Atau semakin banyak hidrogen dalam formasi, maka semakin tinggi porositasnya. Hal ini disebut sebagai Hydrogen Index (HI) dari formasi.
Pengukuran porositas yang menggunakan teknologi nuklir tidak hanya mengukur porositas yang berhubungan dengan fluida, tetapi juga dipengaruhi oleh mineral batuan yang diukur. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengukuran porositas tersebut untuk mendapatkan nilai porositas total. Sedangkan untuk mendapatkan nilai porositas yang berhubungan dengan porositas yang ditempati oleh fluida dan tidak dipengartuhi oleh batuan mineral, teknologi resonansi magnetik nuklir (nuclear magnetic resonance) telah diaplikasikan dalam salah satu peralatan logging. Pada prinsipnya teknologi ini memanipulasi proton hidrogen dengan menggunakan gelombang elektromagnetik yang telah ditala sesuai dengan frekuensi hidrogen pada temperatur tertentu (baca tulisan berikutnya tentang teknologi ini). Pengukuran evaluasi formasi dengan teknologi resonansi magnetik nuklir telah berkembang dengan pesat. Bahkan dengan peralatan ini telah dimungkinkan untuk mengidentifikasi jenis fluida yang ada dalam pori-pori dan juga memberikan nilai saturasi air pada reservoar tersebut. Dan secara tidak langsung dapat pula melakukan pengukuran permeabilitas.
Bagi insinyur reservoar pengukuran tekanan reservoar dan pengambilan sampel fluida yang ada dalam formasi adalah sangat penting. Dengan menggunakan peralatan logging seperti MDT (Modular Dynamic Tester), kegiatan pengukuran tekanan reservoar dapat dilakukan dalam berbagai konfigurasi. Peralatan ini sangat mekanikal dan digerakan dengan sistem hidraulik. Pada saat pengukuran peralatan diposisikan didepan formasi reservoar yang akan diukur. Untuk menyekat antara lubang sumur dengan reservoar yang akan diukur, alat ini secara hidraulik akan mendorong penyekat karet (packer) kearah dinding sumur. Kemudian alat ini dari tengah penyekat karet tersebut akan mengeluarkan pipa yang memiliki saringan (probe) yang akan terus didorong untuk masuk kedalam formasi reservoar. Untuk bisa mengukur tekanan dalam formasi tersebut, sebuah katup dibuka dan fluida dari formasi mulai mengalir melalui pipa berpenyaring masuk kedalam peralatan. Apabila tujuannya hanya untuk mengukur tekanan, maka proses ini cukup berhenti disini. Tetapi apabila ingin melakukan identifikasi fluida atau pengambilan sampel fluida maka kegiatan berikut adalah mengalirkan fluida melalui sensor lain seperti DFA (Downhole Fluid Analyser) sebelum masuk kedalam tabung penyimpan fluida. Peralatan DFA memiliki sensor yang bisa membedakan antara minyak dan air, juga antara cairan dan gas. Pada saat ini peralatan ini dikembangkan lebih jauh sehingga bisa mengukur komposisi gas, tingkat kontaminasi filtrat lumpur dan kandungan CO2. Peralatan logging MDT juga dapat memberikan pengukuran permeabilitas, yaitu secara tidak langsung dengan menggunakan pengukuran mobilitas dibagi dengan viskositas fluida.
Semakin sulitnya untuk mendapatkan sumber minyak baru juga berhubungan dengan semakin kompleksnya struktur formasi yang dieksplorasi. Banyak formasi di batuan pasir yang lapisan pasirnya berselang-seling dengan batuan lempung (clay). Dan lapisan tipis yang berselang-seling ini akan mempengaruhi pengukuran. Maka dari itu kemampuan peralatan evaluasi formasi tersebut ditingkatkan, terutama resolusinya. Kondisi ini banyak dijumpai di sumur eksplorasi laut dalam. Jenis batuan formasi yang beragam : batuan pasir, batuan kapur, dolomite, vulkanik dan batuan dasar (basement), juga memberikan kontribusi terhadap kompleksitas dari pengukuran evaluasi formasi. Kegiatan evaluasi formasi, terutama wireline logging harus direncanakan sejak semula, dengan menentukan tujuan dari kegiatan logging tersebut. Peralatan evaluasi formasi yang sesuai sudah harus ditentukan dari awal, sehingga kegiatan tersebut menjadi lebih optimum untuk mendapatkan data yang ada. Hal ini belum lagi apabila kondisi sumur yang dibor sangat sulit, misalnya dengan deviasi yang tinggi, tekanan dan temperatur yang sangat tinggi, maka diperlukan peralatan khusus untuk membuat kegiatan logging ini dapat dilakukan.
Kegiatan logging juga dilakukan dalam keadaan sumur telah dipasang selubung besi. Kegiatan ini biasanya berhubungan dengan evaluasi kondisi semen antara selubung dan dinding sumur. Hal ini penting dilakukan untuk memastikan bahwa antara resevoir air dan hidrokarbon ada semen yang cukup untuk memastikan tidak adanya komunikasi antara reservoar ini. Sehingga pada saat dilakukan perforasi (pelubangan sumur dengan bahan peledak terarah), dapat dipastikan bahwa fluida yang mengalir hanya berasal dari reservoar hidrokarbon.
Pada lapangan sumur yang telah diproduksi dan mulai menghasilkan air, kegiatan logging pada umumnya berhubungan dengan mencari formasi mana yang sudah mulai terisi air, atau batas air dan minyak sudah semakin naik (Oil-Water Contact). Kondisi ini sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas sumur, sehingga reservoar yang telah menghasilkan air lebih besar dari minyak biasanya akan ditutup. Namun hal ini tergantung dari biaya operasi sumur tersebut, apabila dengan sumur yang telah menghasilkan air dan masih menghasilkan keuntungan maka reservoar tersebut akan tetap dibuka sampai menghasilkan air seratus persen. Ada kalanya setelah diproduksi, ada reservoar yang dianggap mulanya tidak ekonomis atau terlewatkan sehingga tidak diperforasi. Dengan peralatan logging tertentu seperti RST (Reservoir Saturation Tool) atau CHFR (Cased Hole Formation Resistivity), reservoar yang terlewatkan (by-passed zone) tersebut bisa dianalisa.
RST menggunakan minitron untuk menghasilkan neutron dengan energi yang tinggi. Sehingga interaksi yang terjadi antara neutron dengan hidrogen adalah tumbukan inelastik yang menghasilkan spektrum sinar gamma. Dari spektrum sinar gamma tersebut, yang berhubungan dengan elemen karbon dan oksigen diolah lebih lanjut untuk mendapatkan saturasi air. Elemen karbon berhubungan dengan hidrokarbon, dan elemen oksigen berhubungan dengan air. Sedangkan CHFR pengukurannya dilakukan pada saat peralatan berhenti (station), dan dengan lengan yang berujung logam runcing dan menekan pada dinding selubung besi, alat tersebut mengalirkan arus listrik. Tegangan antara dua lengan berujung logam runcing tersebut diukur (dalam skala nano volt). Dengan mengetahui arus yang dikeluarkan dan tegangan yang dikukur, maka resistivitas dapat dihitung. Pada prakteknya kita perlu membandingkan antara pengukuran resistivitas yang didapat dari CHFR dengan yang didapat dari peralatan induction atau laterolog pada saat sumur masih terbuka. Aplikasi kedua peralatan ini sangat bermanfaat pada lapangan marjinal pada saat pengerjaan work-over di sumur tua.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa kegiatan evaluasi formasi, khususnya wireline logging, dapat dilakukan mulai dari tahap eksplorasi sampai dengan pada saat sumur atau lapangan minyak akan ditinggalkan. Memang wireline logging menjadi sumber data utama bagi para geosaintis dan para insinyur untuk mendapatkan data formasi dibawah tanah. Pada umumnya perusahaan minyak menginvestasikan dananya sebesar 5% hingga 15% dari biaya total pengeboran sumur untuk kegiatan logging.
Disamping itu tidak semua data yang berasal dari kegiatan logging tersebut dapat dipakai langsung untuk pengambilan keputusan. Beberapa data yang ada perlu diproses lebih lanjut dan kemudian diinterpretasi oleh log analis atau geosaintis yang berpengalaman. Dari data yang telah diproses dan dinterpretasikan tersebut, maka kegiatan yang terkait dengan data tersebut dapat dilakukan. Kegiatan tersebut misalnya untuk menentukan formasi reservoar yang mana yang akan diproduksi. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan bahwa kegiatan logging tersebut dapat menghasilkan informasi yang berharga untuk pengelolaan sumur atau lapangan minyak tersebut dikemudian hari. Untuk itu sangat diperlukan adanya kerja sama yang erat antara perusahaan minyak dan perusahaan jasa logging dalam merancang kegiatan evaluasi formasi, sehingga hasil yang didapat dapat memberikan hasil yang optimal.